Penelitian Kohort


BAB I
Pendahuluan
1.1  Definisi
Penelitian Kohort adalah rancangan penelitian epidemiologi analitik observasional yang mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar berdasarkan status penyakit. Penelitian kohort disebut juga penelitian prospektif yang merupakan salah satu penelitian longitudinal dengan mengikuti proses perjalanan penyakit ke depan berdasarkan urutan waktu.

1.2  Ruang Lingkup
Penelitian kohort ini mengikuti paradigma dari sebab akibat. Ruang lingkupnya terdiri dari kelompok terpajan maupun kelompok yang tidak terpajan belum menampakkan gejala penyakit yang diteliti. Kedua kelompok ini diikuti perkembangannya ke depan berdasarkan konsekuensi waktu. Setelah itu dilakukan pengamatan untuk mencari insiden penyakit pada kedua kelompok.  Insiden penyakit pada kedua kelompok dibandingkan menggunakan perhitungan statistik untuk menguji hipotesis tentang hubungan sebab akibat antara pajanan dan insiden penyakit
.
1.3  Aplikasi dalam Penelitian Farmakoepidemiologi
Dalam merencanakan penelitian prospektif, harus dibuat rancangan analisisnya agar orang dapat mengetahui analisis yang dilakukan oleh peneliti sehingga mudah dilakukan evaluasi terhadap hasil penelitian. Secara skematis, analisis dan perhitungan yang akan dilakukan sebagai berikut.



Pemajanan
Insiden Penyakit

Jumlah

Sakit
Tak Sakit
Positif
+ (a)
- (b)
a + b
Negatif
+ (c)
- (d)
c + d
Jumlah
a + c
b + d
N

Risiko kelompok terpajan : a/(a + b) = m
Risiko tidak terpajan : c/(c + d) = n
Perhitungan Risiko Relatif = m / n                   Risiko Atribut = m - n
Contohnya : Penelitian untuk menentukan adanya hubungan antara peminum alkohol dengan terjadinya stroke
Dalam penelitian ini dikumpulkan sebanyak 4.952 orangn peminum alkohol dan 2.916 orang bukan peminum alkohol. Dilakukan pengamatan pada kedua kelompok selama 12 tahun dan diperoleh hasil berikut.
Dari 4.952 peminum ditemukan 197 orang menderita stroke dan dari 2.916 bukan peminum terdapat 93 orang menderita stroke. Temuan tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel kontingensi 2 x 2 sebagai berikut.
STROKE

+
-
Jumlah
Resiko

Peminum
+
193
2.723
2.916
0,066
-
93
4.859
4.952
0,018
Jumlah

286
7.582
7.868

  
Resiko Relatif (RR) = 0,006/0,018 = 3.67
Resiko Atribut(RA) = 0,066 – 0,018 = 0,048
Dari hasil Penelit tersebut dapat disimpulkan bahwa peminum alkohol mempunyai resiko 3.67 kali lebih besar jika dibandingkan dengan bukan peminum dan besar resiko yang dapat dihindarkan dengan tidak menjadi peminum adalah 4,8%

1.4  Kegunaan Rancangan Penelitian
Secara garis besar rancangan analisis diperlukan agar orang dapat mengetahui analisis yang akan dilakukan oleh peneliti sehingga mudah dilakukan evaluasi terhadap hasil penelitian
Kegunaan yang diperoleh dengan penelitian kohort sebagai berikut.
1.      Penelitian kohort dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan normal (ontogenik) yang terjadi dengan berjalannya waktu karena intervensi yang dilakukan oleh alam berupa “waktu”. Misalnya, mempelajari pertumbuhan dan perkembangan anak selama 5 tahun sejak dilahirkan.
2.      Penelitian ini dapat pula digunakan untuk mempelajari timbulnya penyakit secara alamiah akibat pemajanan (patogenik) yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan secara sengaja, misalkan merokok atau tidak sengaja memakan makanan atau minuman yang tercemari bakteri patogen. Misalnya mempelajari hubungan antara rokok dan penyakit jantung koroner atau mempelajari terjadinya kejadian luar biasa pada keracunan makanan.
3.      Penelitian kohort dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan klinis suatu penyakit (patogresif), misalnya perkembangan penyakit karsinoma payudara.
4.      Rancangan penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari hubungan sebab-akibat.
5.      Penelitian kohort dapat digunakan untuk mempelajari insidensi penyakit yang diteliti.
6.      Penelitian kohort tidak memiliki hambatan masalah etis.
7.      Besarnya risiko relatif dan risiko atribut dapat dihitung secara langsung.
8.      Pada penelitian kohort dapat dilakukan perhitungan statistik untuk menguji hipotesis.
9.      Pada penelitian kohort dapat diketahui lebih dari satu out come terhadap satu pemaparan, misalnya penelitian tentang hubungan antara rokok dan karsinoma paru-paru ternyata mempunyai hubungan juga dengan penyakit jantung, gastritis, karsinoma kandung kemih, dan lain-lain.














BAB II
Contoh Jurnal Hasil Penelitian
































BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Jenis Jurnal
Jurnal yang berjudul “NILAI PROGNOSTIK SOLUBLE VCAM-1 PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN RENJATAN PADA ANAK” merupakan jenis jurnal penelitian yang menggunakan  kohort prospektif .

3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional dengan pendekatan kohort prospektif. Penelitian dilakukan di RS dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar mulai bulan Januari 2009 sampai tercapai jumlah sampel yang diinginkan. Pada peneltian ini peneliti secara pasif hanya mengamati proses perjalanan penyakit alamiah tanpa melakukan intervensi terhadap  sampel.

3.3 Cara Pengumpulan data
Selama jangka waktu penelitian mulai bulan Januari 2009 sampai Maret 2010, telah dilakukan penelitian terhadap 60 penderita DBD-R. Selama pengamatan, dari 60 penderita DBD-R terdapat 49 penderita yang sembuh dan 11 penderita yang meninggal.
Subjek penelitian sebanyak 60 penderita DBD-R tersebut diperiksa sampel darahnya di Pusat Riset Laboratorium Prodia Jakarta. Populasi penelitian adalah penderita DBD-R berumur 1 sampai 15 tahun yangdirawat inap di RSWS. Sampel penelitian adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang diambil dengan cara consecutive sampling. Kriteria inklusinya adalah penderita DBD-R, umur 1 sampai 15 tahun. Kriteria eksklusi adalah penderita DBD yang disertai penyakit lain. Pada saat masuk rumah sakit penderita didiagnosis dengan menggunakan kriteria WHO modifikasi POKJA Ciloto, kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan anti Dengue IgM dan IgG. Kadar sVCAM diukur dengan teknik kuantitatif Sandwich Enzyme Immunoassay. Nilai normal sVCAM-1 berkisar antara 349,00 – 991,00 ng/ml, sehingga kadar sVCAM-1 dikatakan meningkat jika kadarnya > 991,00 ng/ml.
 Semua data yang diperoleh dicatat kemudian dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data, lalu dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan uji student t, uji Mann Whitney, uji X2 (Chi square). Untuk menentukan satu nilai diagnostik kadar serum awal sVCAM-1 dibuat kurva ROC. Hasil uji hipotesis ditetapkan bermakna, bila p ≤ 0,05, dan OR dengan IK 95% > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti memang merupakan faktor prognostik.

3.4  Interpretasi Hasil
DBD adalah self limiting disease, dengan kematian terjadi terutama pada penderita DBD yang berat yaitu DBD dengan renjatan yang berkepanjangan dan berulang, DBD dengan perdarahan gastrointestinal dan DBD dengan ensefalopati. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya kematian penderita DBD antara lain keterlambatan diagnosis, keterlambatan penanganan, renjatan yang tidak teratasi dalam 1 jam pertama tatalaksana, renjatan disertai perdarahan masif dengan jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3 dan DBD dengan gejala gangguan kesadaran/kejang (Jalaludin,Syatirah.,dkk, 2011)
Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif tentang identifikasi faktor prognostik terhadap outcome penderita DBD-R yang dilaksanakan selama periode Januari 2009 sampai Maret 2010, telah diperoleh 60 sampel yang diikuti perjalanan penyakitnya dan pada akhirnya dikelompokkan menjadi 49 (82%) yang sembuh dan 11 (18%) yang meninggal. Analisis dilakukan terhadap efek dari faktor jenis kelamin, status gizi, umur, lama demam dan kadar serum awal sVCAM-1. Penelitian dilakukan secara kohort prospektif karena yang dinilai adalah efek dari beberapa faktor prognostik yang mempengaruhi outcome yaitu apakah sembuh atau meninggal, sehingga:
1). Pengamatan variabel bebas dan tergantung tidak dilakukan pada saat yang sama.
2). Kausa atau faktor prognostik diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian subyek diikuti sampai periode tertentu, untuk melihat terjadinya efek,
3). Terdapat unsur waktu antara sebab dan akibat.( Jalaludin,Syatirah.,dkk, 2011)
Dari identifikasi faktor prognosis yang dilakukan terhadap outcome penderita DBD-R, hanya faktor kadar serum awal sVCAM-1 yang mempengaruhi outcome. Hasil uji t memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan sangat bermakna antara kedua kelompok ini dengan nilai p= 0,002 (p<0,01) sesuai dengan tabel 6.
 Ini menunjukkan bahwa peranan sitokin dan molekul adhesi sangat menonjol pada DBD-R dan berkorelasi dengan berat dan outcome penyakit. Hal ini terjadi karena viremia VD yang meningkat, sehingga banyak makrofag terinfeksi yang memproduksi sitokin dan merangsang pelepasan molekul adhesi pada endotel vaskuler dan leukosit, menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan reaksi inflamasi. Hasil akhirnya berupa kebocoran plasma yang akan mengarah kepada terjadinya renjatan.
Kadar sVCAM-1 dapat digunakan sebagai pembeda antara kelompok DBDR yang sembuh dan meninggal berdasarkan hasil analisis. Dari hasil analisis data diperoleh hasil bahwa batas kadar serum awal sVCAM-1 3760 ng/ml menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna dalam hal outcome dengan nilai p = 0,001 (p < 0,01), OR sebesar 10,4 dengan IK 95% (2,326 – 46,506). Ini berarti kadar serum awal sVCAM-1 ≥ 3760 ng/ml merupakan faktor prognostik terhadap outcome penderita DBD-R dengan kemungkinan risiko meninggal sebesar 10,4 kali.
Dengan mengetahui faktor prognostik tersebut, dapat membuat kita lebih waspada dalam penatalaksanaan penderita DBD-R, terlebih lagi bila didapatkan kadar serum sVCAM 1 ≥ 3760 ng/ml, walaupun penyebab kematian pada DBD-R tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja.


3.5  Kelebihan dan Kekurangan Penelitian
3.5.1 Kelebihan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional dengan pendekatan kohort prospektif sehingga efek dari faktor-faktor prognostik dapat diikuti secara simultan. Penelitian jenis observasional peneliti todak secara aktif melakukan intervensi maka tidak terdapat hambatan faktoe etis. Selain itu dari hasil analisis didapatkan nilai kadar serum sVCAM-1 yang dapat dipakai sebagai titik potong penentuan outcome yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tertinggi untuk meminimalkan positif semu, yaitu pada titik 3760 ng/ml.
3.5.2 Kekurangan Penelitian
Pada penelitian ini identifikasi faktor prognosis terhadap hasil outcome hanya berupa faktor umur, jenis kelamin, status gizi, lama demam dan kadar serum awal sVCAM-1 seharusnya penelitian ini juga mengkaji hasil dari pemeriksaan serotipe VD, sebab perbedaan serotipe akan memberikan ekspresi molekul adhesi yang berbeda. Selain itu, tidak dilakukan analisis terhadap faktor lain yang dapat mempengaruhi outcome penderita DBD, seperti karakteristik hematologi lainnya. Penelitian ini juga hanya menganalisis DBD-R secara umum dan tidak menganalisis lebih lanjut outcome dari DBD derajat III dan IV secara terpisah.




BAB IV
Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor prognostik terhadap outcome penderita DBD-R anak yaitu: Kadar sVCAM-1 serum awal dengan batas nilai kadar   3760 ng/ml merupakan nilai yang paling optimal dalam menentukan nilai prognostik terhadap outcome penderita DBD-R.















Daftar Pustaka
Budiarto, Eko. 2001. Pengantar Epidemiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. jakarta
Jalaludin,Syatirah et al. 2011. Nilai Prognostik Soluble VCAM-1 Penderita Demam Berdarah Dengue dengan Rejatan pada Anak. Ilmu Kesehatan Anak ,Fakultas Kedokteran, Unhas. Makassar

0 komentar:

Posting Komentar

 
;