ANTISEPTIK TENGGOROKAN


1.1  DEFINISI
Penyakit pada tenggorokan misalnya sakit tenggorokan (sore throat), dapat berupa gatal pada tenggorokan sampai nyeri yang berat sehingga pasien susah untuk menelan. Penyebab penyakit tenggorokan dapat berasal dari virus atau bakteri yang ada di dalam mulut (Darmadi, 2008). Penyakit tenggorokan dapat dicegah dan dikurangi gejalanya dengan menjaga kebersihan mulut dan tenggorokan, atau dapat diberikan terapi farmakologi berupa antiseptik tenggorokan (McDonnel and Russel, 1999).
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Antiseptik merupakan substansi kimia yang dipakai pada kulit atau selaput lendir untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan menghalangi atau merusakkannya. Beberapa antiseptik merupakan germisida, yaitu mampu membunuh mikroba, dan ada pula yang hanya mencegah atau menunda pertumbuhan mikroba tersebut sedangkan antibakterial adalah antiseptik yang hanya dapat dipakai melawan bakteri (Roviati, 2009). Jenis antiseptik untuk tenggorokan dapat tersedia dalam bentuk lozenges, obat kumur, serta spray (Blenkinsopp et al., 2005).
Penggunaan antiseptik pada mulut ataupun tenggorokan bertujuan untuk mencegah adanya infeksi pada mulut maupun tenggorokan yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri tenggorokan. Secara klinis, sangat sulit untuk membedakan penyebab penyakit nyeri tenggorokan. Nyeri tenggorokan sering ditandai dengan gejala flu (cold). Apabila kondisi nyeri tenggorokan makin memburuk, farmasis dapat menyarankan obat-obatan OTC kepada pasien (Blenkinsopp, et al., 2005).

1.2  ETIOLOGI
Hampir sebagian besar kasus sakit tenggorokan yang terjadi (90%) disebabkan oleh infeksi virus dan sisanya sebanyak 10% disebabkan oleh infeksi bakteri sehingga terapi dengan antibiotik tidak diperlukan untuk menyembuhkan sakit tenggorokan (Blenkinsopp, et al., 2005). Berikut ini adalah penyebab dari sakit tenggorokan (sore throat):
Virus
Bakteri
Fungi
Non- infeksi
-     Adenovirus
-     Influenza
-     Parainfluenza virus
-     Epstein-Barr
-     Coronavirus
-     Rhinovirus
-     Enterovirus
-     Respiratory synctial virus
-     Metapneumovirus
-     Herpes simplex virus

-     Group A beta-haemolytic strep
-     Group C and G streptococci
-     Chlamydia pneumoniae
-     Diphtheria
-     Mycoplasma pneumonia
-     Neisseria gonorrhea

-     Candida albicans (immunocompromised)

-  Rhinitis alergi
-  Sinusitis dengan post nasal drip
-  Sering bernafas lewat mulut
-  Trauma
-  GERD
-  Merokok
-  Minum minuman beralkohol

(CRNBC, 2012)

1.3  PATOFISIOLOGI
Sakit tenggorokan yang lebih sering terjadi adalah disebabkan oleh infeksi virus dibandingkan karena infeksi bakteri, sehingga pengobatan dengan antibiotik tidak diperlukan dalam kebanyakan kasus (Blenkinsopp and Blenkinsopp, 2005). Sakit tenggorokan sering disebut sebagai faringitis yang didefinisikan sebagai infeksi atau iritasi pada faring dan/atau tonsil. Biasanya kasus ini tidak berbahaya, tetapi memprihatinkan karena dapat terjadi komplikasi supuratif dan non supuratif. Penyebab lain dari sakit tenggorokan adalah alergi, trauma, racun, dan neoplasia (Alcaide and  Bisno, 2006).
A.    Sakit Tenggorokan Akibat Infeksi Bakteri
Umumnya disebabkan oleh infeksi streptokokus yang ditandai dengan invasi lokal dan pelepasan racun ekstraseluler serta protease. Selain itu, fragmen protein M dari serotipe GAS (Mostov, 2007). Antigen Lancefield (karbohidrat dalam dinding sel) memberikan diferensiasi lebih lanjut dari Streptokokus S. pyogenes yang mengandung antigen kelompok A dan menampilkan beta-hemolisis. Spesies ini adalah spesies yang paling umum disebut sebagai group A beta-hemolytic streptococci (GABHS).
Faktor virulensi yang paling penting dari GABHS adalah protein M. Protein ini, terletak perifer pada dinding sel, diperlukan untuk infeksi invasif (Guilherme et al., 2006). GABHS berisi kapsul asam hyaluronic, yang juga memainkan peran penting dalam infeksi. Bakteri yang menghasilkan sejumlah besar kapsul ini menunjukkan penampilan berlendir karakteristik pada agar darah dan mungkin lebih ganas (Stollerman, 2008). Eksotoksin tertentu dari GABHS bertindak sebagai superantigens oleh up-regulating sel T. Superantigens ini dapat mendorong pelepasan sitokin proinflamasi dan dapat bersinergi dengan lipopolisakarida. Diasumsikan bahwa superantigens ini menghindari respon imun faring, sehingga proliferasi GABHS sementara memungkinkan hilangnya sistem imun organisme komensal. Adhesins memungkinkan perlekatan GABHS di situs seperti faring. Perlekatan ini memungkinkan untuk kolonisasi dan kompetisi flora host normal. Beberapa strain menghasilkan racun eritrogenik, yang menyebabkan ruam demam scarlet pada host yang rentan (Sriskandan et al., 2007).
GABHS menyebar dari orang ke orang melalui droplet nuklei yang besar. Akibatnya, jarak dekat dapat memfasilitasi transmisi (misalnya, barak, tempat penitipan anak, asrama). Di daerah beriklim sedang, prevalensi infeksi GABHS meningkat di musim dingin, mungkin karena kecenderungan orang untuk berkumpul di dalam ruangan. Penyebaran dalam keluarga umum terjadi. Risiko tertular GABHS dari anggota keluarga yang terinfeksi adalah 40%, dan hampir satu dari empat orang yang terinfeksi akhirnya menunjukkan gejala. Dua puluh empat jam setelah antibiotik yang tepat diinisiasi, pasien tidak lagi dianggap menular. (Musher, 2003). Laporan kasus dan in vitro telah berspekulasi bahwa sikat gigi, peralatan ortodontik, dan hewan peliharaan dapat membawa dan memfasilitasi penyebaran GABHS, (Brook dan Gober, 1998; Roos et al., 1988) meskipun klaim ini belum dibuktikan dengan penyelidikan in vivo (Wilson et al., 1999).
B.     Sakit Tenggorokan Akibat Infeksi Virus
Terdapat beberapa macam virus yang dapat menyebabkan sakit tenggorokan, yaitu:
a.       Rhinovirus
Lebih dari 100 serotipe yang berbeda dari rhinovirus menyebabkan sekitar 20% kasus faringitis dan 30-50% common cold. Virus ini masuk ke dalam tubuh melalui epitel bersilia yang melapisi hidung, menyebabkan edema dan hiperemia dari selaput lendir hidung. Kondisi ini menyebabkan peningkatan aktivitas yang keluar dari kelenjar lendir, pembengkakan selaput lendir rongga hidung, tabung eustachius, dan faring, dan penyempitan saluran hidung, menyebabkan gejala obstruktif. Bradikinin dan lysyl-bradikinin dihasilkan di bagian hidung pasien dengan pilek rhinovirus, dan mediator ini merangsang ujung saraf nyeri. Virus ini tidak menginvasi mukosa faring. Penularan terjadi melalui aerosol partikel besar.



b.      Adenovirus
Pada anak-anak, adenovirus menyebabkan faringitis tanpa komplikasi (paling sering disebabkan oleh adenovirus tipe 1-3 dan 5) atau demam pharyngoconjunctival. Yang terakhir ini ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis. Tidak seperti infeksi rhinovirus, adenovirus langsung menyerang mukosa faring, seperti yang ditunjukkan oleh efek virus sitopatik.
c.       Virus Influenza
Faringitis dan sakit tenggorokan berkembang pada sekitar 50% pasien dengan influenza A dan dalam proporsi yang lebih rendah pasien dengan influenza B. faringitis berat sangat umum pada pasien dengan tipe A. Virus influenza menyerang epitel pernapasan, menyebabkan nekrosis, yang merupakan predisposisi pasien untuk infeksi bakteri sekunder. Penularan influenza terjadi melalui droplet aerosol (Aung, 2013).

1.4  MANIFESTASI KLINIK
Tidak terdapat gejala tunggal pada sakit tenggorokkan, gejala kombinasi lebih sering ditunjukkan oleh pasien. Beberapa gejala yang menunjukkan langsung pada sakit tenggorokan diantaranya hoarseness, dysphagia, appearance of throat, thush, dan glandular fever (Blenkinsopp et al., 2005).
1.        Hoarseness
Hoarseness disebabkan karena terjadinya inflamasi pita suara pada laring (laringitis). Laringitis secara khusus dapat disebabkan karena infeksi virus tertentu. Laringitis ini selalu berhubungan dengan nyeri tenggorokan dan hoarseness (suara serak).  Untuk terapi tidak diperlukan antibiotik, dimana untuk meminimalisasi gejala dapat dilakukan dengan mengistirahatkan suara (tidak banyak bicara). Infeksi tersebut hanya terjadi selama beberapa hari dan tidak perlu konsultasi lebih lanjut.
Ketika infeksi terjadi pada bayi, infant atau anak, infeksi dapat menyebabkan croup (laringotrakheitis akut) dan mengalami kesulitan dalam bernafas dan stridor. Pada kondisi ini diperlukan konsultasi pada farmasis.
Ketika Hoarseness terjadi lebih dari 3 minggu, khususnya ketika tidak diikuti dengan infeksi akut, maka diperlukan rujukan ke dokter. Terdapat banyak penyebab hoarseness yang persisten, misalnya kanker laringeal dimana hoarseness menjadi gejalanya. Untuk mendapatkan diagnosis yang akurat dapat dilakukan pemeriksaan pada dokter spesialis THT (Telinga, Hidung, dan Tenggorokan).



2.        Dysphagia (Susah menelan)
Pada infeksi tenggorokan yang berat dapat terjadi kesulitan dalam menelan. Hal ini dapat terjadi ketika terbentuk abses pada daerah tonsil (quinsy atau radang ternggorokan) akibat komplikasi tonsillitis. Penanganan hanya dilakukan di rumah sakit dimana diperlukan operasi pengangkatan abses dan diperlukan antibiotik parenteral dosis tinggi.
Glandular fever (infeksi mononukleosis) merupakan salah satu penyebab nyeri tenggorokan dimana mengaibatan ketidaknyamanan dan dysphagia. Jika hal ini terjadi, maka perlu dirujuk ke rumah sakit untuk diagnosis yang akurat. Pada nyeri tenggorokan yang parah dapat mengakibatkan sulit menelan. Tetapi tidak diperlukan konsultasi pada farmasis kecuali jika terjadi reaksi lain. Dysphagia yang tidak berhubungan dengan nyeri tenggorokan harus dikonsultasikan kepada farmasis.
3.        Appearance of throat
Hal ini menjadi perhatian ketika ada bercak putih, eksudat atau nanah (pus) pada tonsil. Oleh karena itu diperlukan konsultasi pada farmasis untuk membedakan penyebab infeksi yang diderita (infeksi karena virus atau bakteri). Akan tetapi, gejala infeksi tersebut dapat sama pada kedua tipe, tanpa eksudat pada infeksi bakteri streptococcus.
4.        Thrush
Pada infeksi yang disebabkan oleh jamur (candida) dapat mengakibatkan plak putih. Walaupun, hal ini sangat jarang pada tenggorokan saja, dan lebih sering terjadi pada bayi.  Infeksi ini tidak biasa terjadi pada orang dewasa dan mungkin berhubungan dengan penyakit serius yang menggaggu sistem imun, seperti leukemia, HIV dan AIDS, atau pemberian terapi imunosupressif seperti steroid. Plak tersebut muncul dalam tenggorokan pada gum dan lidah yang menyebabkan inflamasi dan kasar pada permukaannya. Saran farmasis diperlukan jika diduga terjadi thrush dan nyeri pada tenggorokan yang parah.
5.        Glandular fever
Glandular fever merupakan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh Epstein–Barr virus (EBV). Hal ini cenderung dapat mengakibatkan pasien menjadi lemah untuk beberapa bulan setelahnya dan  berhubungan dengan myalgic encephalomyelitis (ME). Infeksi dapat jenis ini terjadi pada remaja dan orang dewasa utamanya pada usia 14-21 tahun. Nyeri tenggorokan yang parah dapat diikuti oleh 1-2 minggu malaise. Tenggorokan dapat mengalami inflamasi jika terjadap eksudat, sehingga mengalami kesulitan menelan. Kelenjar limpa pada leher dan axilla (ketiak) dapat membesar dan lunak. Diagnosis dapat dikonfimasi dengan tes darah, walaupun hasil tes belum positif hingga 1 minggu setelah penyakit tersebut diderita pasien. Antibiotik tidak diperlukan, tetapi pada faktanya  ampicillin sering diberikan ketika infeksi tersebut, measles-type rash terjadi pada 80% pasien glandular fever. Terapi ditujukan untuk mengobati gejala.

1.5  PERTANYAAN YANG HARUS DIAJUKAN PADA PASIEN
Sebagai Apoteker hal-hal yang harus ditanyakan agar pasien menerima pengobatan yang tepat adalah:
1.      Umur (Bayi, Anak-anak, Dewasa)
Dengan mengetahui umur pasien akan berpengaruh besar terhadap pemilihan dan penyerahan obat (Blenkinsopp et al., 2005).
2.      Durasi
Hampir sebagian besar pasien yang menderita penyakit tenggorokan mengalami reaksi yang berbeda-beda. Apabila seseorang mengalami nyeri tenggorokan  seharusnya keadaan pasien akan berangsur-angsur membaik setelah 7-10 hari. Jika nyeri tenggorokan yang terjadi lebih dari batas waktu yang diperkirakan, Apoteker sebaiknya merujuk pasien ke dokter (Blenkinsopp et al., 2005).
3.      Keparahan Penyakit
Jika nyeri tenggorokan sering diasosiasikan dengan nyeri yang hebat, khususnya karena timbulnya flu, batuk dan radang selaput lendir (catarrhal symptoms), Apoteker sebaiknya menganjurkan pasien untuk ke dokter apabila tidak terdapat perubahan yang signifikan dengan kondisi pasien dalam kurun waktu 24-48 jam (Blenkinsopp et al., 2005).
4.      Gejala yang sering berhubungan
Flu, radang selaput lendir dan batuk sering dihubungkan sebagai gejala penyakit nyeri tenggorokan. Selain itu gejala yang juga mungkin terjadi adalah panas, sakit dan nyeri. Gejala-gejala lain yang sering diasosiasikan dengan nyeri tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi virus yaitu Hoarseness (suara serak) lebih dari tiga minggu dan kesulitan dalam menelan (Blenkinsopp et al., 2005).
5.      Riwayat Pengobatan
Apabila kita mengetahui pasien sebelumnya pernah menderita penyakit tenggorokan seperti tonsilitas maka Apoteker dapat menganjurkan pasien untuk pergi ke dokter karena obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut harus menggunakan resep dokter (Blenkinsopp et al., 2005).
6.      Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok akan memperparah penyakit nyeri tenggorokan yang diderita oleh pasien oleh karena itu jika pasien memiliki kebisaan merokok maka Apoteker sebaiknya menganjurkan pasien agar tidak merokok lagi (Blenkinsopp et al., 2005).
7.      Obat-obatan yang sedang dikonsumsi
Apoteker harus memastikan apakah sudah pernah dilakukan terapi sebelumnya untuk mengtasi gejala ini. Jika satu atau lebih terapi pernah dilakukan untuk mengatasi gejala ini maka pasien sebaiknya dirujuk ke dokter. Selain itu apoteker juga harus menanyakan mengenai obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh pasien karena beberapa obat-obatan seperti steroid inhaler (beklomatason atau budenosin) dapat menyebabkan hoarseness dan infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan. Beberapa infeksi dapat dicegah dengan cara mencuci mulut dengan air setelah selesai menggunakan inhaler. Selain itu juga perlu diperiksa teknik pemakaian inhaler pada pasien. Kesalahan pemakaian inhaler pada pasien dapat menyebabkan deposisi obat pada bagian belakang tenggorokan. Jika anda seorang Apoteker, maka anda harus menduga hal tersebut menjadi salah satu penyebab nyeri tenggorokan dan sebaiknya Apoteker mengkonsultasikan dengan dokter mengenai langkah terapi yang tepat pada pasien. Selain itu beberapa obat-obatan seperti karbimazol dapat menyebabkan penekanan produksi sel darah putih pada sumsum tulang belakang (agranulositosis) dan penekanan sistem imun sehingga apabila disaat yang sama pasien juga mengalami nyeri tenggorokan maka akan susah mengobati penyakit yang diderita oleh pasien. Bahkan nyerti tenggorokan yang dialaminya dapat mengancam keselamatan hidupnya (Blenkinsopp et al., 2005).

1.6  TATA LAKSANA TERAPI
Nyeri tenggorokan umumnya disebabkan karena infeksi virus dan umumnya pasien akan membaik setelah 1 minggu. Apoteker dapat memberikan beberapa pilihan terapi untuk mengatasi rasa tidak nyaman dan nyeri pada pasien. Analgesik oral merupakan terapi lini pertama yang sangat efektif untuk mengatasi nyeri tenggorokan. Tablet hisap (lozenges) dan pastiles memiliki efek menyejukkan. Serta sediaan spray seperti benzydamine juga efektif untuk mengatasi nyeri tenggorokan.
1.        Analgesik oral
Parasetamol, aspirin, dan ibuprofen merupakan analgesik yang terbukti secara klinis mampu mengatasi nyeri pada tenggorokan dengan efektif dan cepat. Bukti lainnya menyatakan penambahan analgesik lainnya bersifat tidak menguntungkan. Pasien dapat mengkonsumsi analgesik secara teratur untuk mengatasi nyeri yang berkelanjutan.
(Blenkinsopp, et al., 2005)
2.        Obat kumur dan spray
a.         Antiinflamasi seperti benzydamine
Benzydamine merupakan antiinflamasi yang diabsorbsi melewati mukosa dan efektif untuk mengatasi nyeri dan inflamasi pada mulut dan tenggorokan. Efek samping yang ditimbulkan dapat berupa mati rasa atau rasa perih pada mulut dan tenggorokan. Benzydamine spray dapat diberikan pada anak di atas 6 tahun, sedangkan obat kumur benzydamine dapat diberikan pada anak di atas 12 tahun.  
b.        Anestesi lokal seperti benzokain
Benzokain dan lidokain dapat diberikan dalam bentuk spray. Benzokain dapat menyebabkan sensitisasi.
(Blenkinsopp, et al., 2005)
3.        Tablet hisap (lozenges) dan pastiles
Tablet hisap (lozenges) dan pastiles dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu:
a.       Antiseptik (seperti cetylpiridinium)
b.      Antifungi (seperti dequalinium)
c.       Anestesi lokal (seperti benzokain)
Tablet hisap dan pastiles merupakan obat over the counter yang paling umum diberikan pada nyeri tenggorokan yang disebabkan oleh virus. Fungsi utama dari penggunaan antifungi dan antibakteri adalah untuk menyejukkan dan melembabkan tenggorokan. Tablet hisap yang mengandung cetylpyridinium chloride dapat memiliki efek antibakteri.
Tablet hisap yang mengadung anestesi akan melembabkan tenggorokan dan membantu meredakan rasa sakit dan nyeri. Tablet hisap (lozenges) flurbiprofen dapat diberikan pada pasien dewasa dan anak di atas 12 tahun. Satu tablet hisap yang mengandung 8,75 mg flurbiprofen dapat dikonsumsi setiap 3 sampai 6 jam sesuai kebutuhan, maksimum 5 tablet. Tablet hisap flurbiprofen dapat dikonsumsi hingga 3 hari.
(Blenkinsopp, et al., 2005)
Perhatian :
1.        Tablet hisap yang mengandung yodium tidak bisa diberikan pada pasien hamil karena berpotensi terhadap kelenjar tiroid janin.
2.        Obat kumur dapat direkomendasikan untuk pasien dengan diabetes. Pastiles bebas gula ataupun pastiles yang mengandung gula dapat diberikan pada pasien diabetes dalam jangka waktu penggunaan yang singkat.
3.        Pasien harus diingatkan obat kumur tidak boleh ditelan. Efek samping dari obat over the counter relatif rendah namun produk yang mengandung iodine dapat menimbulkan toksisitas sistemik.
4.        Penggunaan obat kumur yang diencerkan maupun tidak diencerkan harus diperhatikan dan berikan saran yang pengunaan yang sesuai untuk pasien.
(Blenkinsopp, et al., 2005)

Agen yang dapat digunakan sebagai antiseptik tenggorokan yaitu:
a.       Povidone iodine
Mekanisme                            : germisidal.
Indikasi                                 : sebagai desinfektan dan antiseptik pada kulit dan membran mukosa (Sweetman, 2009).
Sediaan                                 : ®Betadine, ®Forinfec, ®Hufaseptin, ®Isodin gurgle, ®Molexdine MW, ®Orodin, ®Scansepta, ®Sterox (MIMS, 2014).

b.      Dequalinum
Merupakan antiseptik quinolinum bisquaternary, bersifat bakterisida terhadap banyak bakteri gram-positif dan gram-negatif, dan efektif terhadap jamur. Biasanya digunakan dalam bentuk tablet hisap untuk pengobatan infeksi ringan pada mulut dan tenggorokan. Dalam bentuk topikal digunakan untuk infeksi kulit dan vagina (Sweetman, 2009). Saat ini dequalinium hanya diberikan sebagai obat topikal dalam bentuk pharyngeal sprays, throat lozenges, mouth washes dan decongestant sprays, topical creams, gel dan salep serta tablet atau suppositoria untuk penggunaan pada vagina (Tischer, Pradel, Ohlsen, and Holzgrabe, 2011).
Mekanisme kerja                     : berhubungan dengan interaksi terhadap protein seperti pepsin, kasein, gelatin dan albumin. Penelitian terhadap situs aksi dequalinum menunjukkan bahwa dequalinum memiliki afinitas tinggi terhadap membran sel sehingga dequalinum akan diserap masuk ke dalam sel dan menyebabkan pengendapan bahan sitoplasmik (Tischer, Pradel, Ohlsen, and Holzgrabe, 2011).
Indikasi                                  : infeksi minor pada mulut dan tenggorokan.
Sediaan                                  : Decamedin (Tanabe Indonesia), Degirol (Darya-Varia), SP troches Meiji (Meiji) (MIMS, 2014).

c.       Benzidamin HCl (Obat Kumur)
Mekanisme                              : Menghambat terbentuknya prostaglandin.
Indikasi                                   : Peradangan pada rongga mulut : faringitis (radang tekak), tonsilitis (radang tonsil/amandel), sariawan, mukositis, glositis (radang lidah), tonsilektomi (mengeluarkan seluruh tonsil dengan pembedahan), setelah cabut gigi, stomatitis (radang rongga mulut), periodontitis (radang jaringan ikat penyangga akar gigi), gingivitis (radang gusi).
Sediaan                                  : Tantum Verde® (Soho), Tanflex (Combiphar).

d.      Komponen fenol
Golongan fenol telah digunakan secara klinis dalam jangka panjang dan dilaporkan memiliki efek samping yang paling minimal sebagai agen antiseptik. Komponen fenol aktif terhadap bakteri vegetatif dan virus yang mengandung lipid, dan jika diformulasikan dengan baik juga menunjukkan aktivitas terhadap mycobacteria.
Mekanisme kerja                     : Menghancurkan membran sel dan menghambat aktivitas enzim. Fenol diserap dari saluran pencernaan melalui kulit dan selaput lendir (Sweetman, 2009).
Indikasi                                  : Membunuh kuman penyebab sakit tenggorokan, meredakan sakit tenggorokan, pelega tenggorokan (Medicastore, 2014).
Dosis                                      : Untuk setiap kali pemakaian, cukup semprotkan 2-3 kali tepat ke arah tenggorokan. Disemprotkan jangan mengenai lidah. Pemakaian dapat diulang setiap 3 jam sampai gejala reda (Medicastore, 2014).
Sediaan                                  : Cooling 5 spray (Novell).

1.7  MONITORING
Monitoring yang dapat dilakukan oleh Apoteker diantaranya memberikan KIE serta pemberitahuan keadaan saat perlu dirujuk ke dokter.
1.      KIE untuk pasien:
·         Informasi mengenai cara pemakaian obat yang digunakan seperti cara pemakaian obat kumur, spray, dan tablet hisap.
·         Kurangi kebiasaan merokok.
·         Perbanyak minum air putih.
·         Segera periksa ke dokter jika kondisi tersebut terjadi lebih dari satu minggu atau kondisi penyakit semakin parah.
(Blenkinsopp, et al., 2005)

2.      Rujukan ke dokter:
·         Jika sakit tenggorokan terjadi lebih dari 1 minggu.
·         Jika terjadi suara serak lebih dari 3 minggu dan terjadi kesulitan dalam menelan (disfagia).
·         Terjadi kekambuhan atau infeksi berulang (tonsillitis).
·         Pasien menggunakan inhaler steroid (beclometasone atau budesonide). Jika pasien sudah menggunakan dengan benar dan sudah membilas mulut dengan air setelah menggunakan inhaler, namun tetap saja pasien mengalami serak, perlu dikonsultasikan ke dokter untuk menentukan perangkat yang lebih tepat.
·         Pasien yang menjalani pengobatan karbimazol dan obat-obatan lain yang memiliki efek samping agranulositosis. agranulositosis merupakan penekanan produksi sel darah putih dalam tulang sumsum. Sehingga terjadinya sakit tenggorokan ini mungkin menjadi tanda pertama terjadinya infeksi akibat penurunan sel darah putih.
·         Infeksi terjadi pada bayi dan anak-anak jika berlangsung lebih dari 3 minggu dapat menyebabkan croup (laringotrekheitis akut) dan akan mengalami kesulitan dalam bernafas.
·         Pengobatan yang telah dilakukan tidak ada kemajuan.


DAFTAR PUSTAKA


Alcaide AL, Bisno AL. Pharyngitis and epiglottitis. Infect Dis Clin North Am. 2006;21:449-469.

Aung, K. 2013. Viral Pharyngitis: Pathophysiology. ((Cited 2014, Maret). Available at: http://emedicine.medscape.com/article/225362-overview#a0104

Blenkinsopp, A., P. Paxton dan J. Blenkinsopp. 2005. Symptoms in the Pharmacy: A Guide to Management of Common Illness 5th Edition. United Kingdom: Blackwell Publishing.

Brook I, dan Gober AE. Persistence of group A beta-hemolytic streptococci in toothbrushes and removable orthodontic appliances following treatment of pharyngotonsillitis. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. Sep 1998;124(9):993-5.

CRNBC. 2012. Adult Pharyngitis (Sore throat). Canada: College of Registered Nurses of British Columbia.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial. Jakarta: Salemba Medika.

Guilherme L, Kalil J, Cunningham M. Molecular mimicry in the autoimmune pathogenesis of rheumatic heart disease. Autoimmunity. Feb 2006;39(1):31-9.

McDonnel, G and A.D. Russel. 1999. Antiseptics and Disinfectants: Activity, Action, and Resistance. Clinical Microbiology Reviews 12(1).

Mostov PD. Treating the immunocompetent patient who presents with an upper respiratory infection: pharyngitis, sinusitis, and bronchitis. Prim Care. Mar 2007;34(1):39-58.

Musher DM. How contagious are common respiratory tract infections?. N Engl J Med. Mar 27 2003;348(13):1256-66.

Roos K, Lind L, Holm SE. Beta-haemolytic streptococci group A in a cat, as a possible source of repeated tonsillitis in a family. Lancet. Nov 5 1988;2(8619):1072

Roviati, E. 2009. Makalah Antiseptic dan Desinfektan. Cirebon.  Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

Sriskandan S, Faulkner L, Hopkins P. Streptococcus pyogenes: Insight into the function of the streptococcal superantigens. Int J Biochem Cell Biol. 2007;39(1):12-9.

Stollerman GH, Dale JB. The importance of the group a streptococcus capsule in the pathogenesis of human infections: a historical perspective. Clin Infect Dis. Apr 1 2008;46(7):1038-45. 

Tischer, M.,G. Pradel, K. Ohlsen, and U. Holzgrabe. 2011. Quaternary Ammonium Salts and Their Antimicrobial Potential: Targets or Nonspecific Interactions? ChemMedChem Vol (7) : 22–31.

Wilson KS, Maroney SA, Gander RM. The family pet as an unlikely source of group A beta-hemolytic streptococcal infection in humans. Pediatr Infect Dis J. May 1995;14(5):372-5.
 

0 komentar:

Posting Komentar

 
;